Selasa, 09 Oktober 2012

contoh kasus pelanggaran kode etik pada kantor akuntan publik


Kasus 1
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan telah merevisi surat edaran penjelasan teknis pelaporan dana kampanye dengan membatalkan aturan Angka 4 Huruf (f) yang dinilai bermakna ambigu. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di Kantor KPU, Senin (6/4). Hafiz mengatakan, sebelum surat teguran dari Bawaslu diterima, KPU sudah mencabut poin tersebut dan menyiapkan revisinya. "Itu sebenarnya petunjuk teknis untuk auditing karena di tiap-tiap level, KAP (Kantor Akuntan Publik) yang akan melakukan audit berbeda-beda. Jadi yang jadi ukuran itu per transaksi, bukan akumulasi. Makanya bunyinya seperti itu," tutur Hafiz. Revisi yang diakui Hafiz keluar akhir pekan lalu menyebutkan bahwa setiap parpol tidak boleh menerima sumbangan lebih dari Rp 1 miliar dari satu sumber.
kasus 2
JAKARTA, KOMPAS.com — Keluarnya surat edaran KPU bernomor 612 /KPU/III/ 2009 mengenai penjelasan teknis audit laporan dana kampanye, memunculkan kecurigaan tersendiri. Sekjen Transparancy International Indonesia (TII) Teten Masduki menilai, selama ini KPU tidak pernah memberi perhatian pada setiap persoalan yang berkaitan dengan dana kampanye. Ketentuan salah satu poinnya yang menihilkan batasan sumbangan dana kampanye seperti yang diatur UU Pemilu menimbulkan dugaan bahwa surat edaran itu dibuat karena "pesanan" parpol tertentu. Teten menduga, surat edaran itu untuk melindungi parpol yang sudah melanggar batasan sumbangan dana kampanye. Sesuai UU Pemilu, batasan sumbangan individu Rp 1 miliar dan badan usaha sebesar Rp 5 miliar. "Saya agak mencurigai, surat edaran itu untuk melindungi mereka yang sudah melanggar batasan sumbangan dana kampanye. Selama ini, KPU tidak memberi perhatian pada soal dana kampanye sehingga banyak praktik uang dibiarkan saja," ujar Teten, dalam konferensi pers di Kantor TII, Jumat (3/4). "Tapi dengan tiba-tiba, dia (KPU) membuat peraturan yang isinya memberi keuntungan bagi partai besar untuk mendulang dana kampanye sebesar-besarnya," lanjut dia. Kecurigaan yang sama juga dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay. "Dengan surat edaran ini, KPU seakan tidak tahu arti penting pembatasan dana kampanye. Jangan-jangan KPU bermain mata dengan peserta pemilu tertentu, yang sudah melanggar ketentuan," kata Hadar. Keduanya mengkhawatirkan, tidak adanya pembatasan akan membuat parpol bisa "dibeli" oleh kelompok pemodal. Efeknya, pemenang pemilu yang menerima sumbangan besar dari pihak tertentu akan dikendalikan oleh penyumbang tersebut. "Kalau itu pesanan, kepercayaan publik terhadap KPU, yang seharusnya netral, tidak ada," kata Teten. Sementara itu, Koordinator ICW, Danang Widoyoko, mengatakan, sisi menguntungkan bagi parpol karena surat edaran itu membuat aliran uang ke parpol menjadi tak terbatas. Mahalnya biaya politik, misalnya untuk beriklan, membuat parpol memutar otak mencari dana yang besar. Ketentuan dalam surat edaran KPU tersebut pada poin 4 huruf f mengatur bahwa batasan sumbangan maksimal berlaku untuk sumbangan per transaksi, bukan batasan sumbangan maksimal secara akumulasi.
http://nasional.kompas.com/read/2009/04/03/16312351/KPU.Dicurigai.Main.Mata.dengan.Parpol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar